7
Spirit Kemenangan Ramadhan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqarah: 183).
Ayat ini
menggambarkan urgensi ibadah puasa di bulan Ramadhan. Kata kutiba menunjukkan makna bahwa ibadah puasa di
bulan Ramadhan adalah wajib. Wajib karena itu kebutuhan fitrah manusia. Allah
swt. yang menciptakan manusia , Dialah yang lebih tahu hakikat fitrah ini. Dan
Dialah yang lebih tahu rahasia diwajibkannya puasa. Karena itu tidak ada
pilihan lain bagi manusia kecuali harus berpuasa. Karena itu pula Allah
berfirman: kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum.
Artinya bahwa manusia terdahulu juga diwajibkan berpuasa.
Sudah
pasti bahwa Allah swt. tidak mungkin mensyari’atkan sesuatu yang tidak ada
gunanya. Sebab Allah swt. Maha Bijak, Allah berfirman: alaisallahu bi ahkamil haakimiin (bukankah Allah adalah hakim yang
sedil-adilnya?) . Sudah pasti bahwa semua ibadah yang Allah swt. ajarkan
jika benar-benar dilaksanakan oleh manusia, akan membawa manfaat yang agung
bagi manusia itu sendiri. Dalam berbagai peristiwa sejarah di zaman Rasulullah
saw. kita selalu membaca bahwa kemenangan demi kemenangan justru terjadi di
saat-saat umat sedang berpuasa di bulan Ramadhan. Ada apa dengan Ramadhan?
Inilah alasan mengapa tulisan ini secara khusus akan mengungkap rahasia
kemenangan dan hubungannya dengan Ramadhan.
Setidaknya
ada tujuh spirit kemenangan Ramadhan yang bisa diangkat dalam tulisan ini:
Pertama, Kemenangan Atas Nafsu
Dalam
kata ashiyam pada ayat di atas terkandung makna alhabsu artinya menahan. Seorang yang berpuasa
pasti sedang menahan nafsu dengan segala dimensinya. Bukan hanya nafsu makan
dan minum, melainkan juga nafsu hubungan seks dan nafsu memandang yang haram.
Perhatikan diri anda ketika sedang berpuasa. Apa yang anda tahan? Bukankah anda
sedang menahan diri dari yang halal? Makan dan minum itu halal bagi anda.
Berhubungan seks dengan istri anda itu juga halal. Tetapi anda tahan. Dan anda
mampu menahannya. Apa makna semua ini? Di sini nampak bahwa anda sedang
bertarung dengan nafsu anda. Anda sedang berusaha mengendalikannya. Sekalipun
nafsu itu meronta-ronta memanggil anda untuk makan di siang hari yang panas,
anda tetap mengendalikannya sampai tiba adzan maghrib. Bila ternyata anda mampu
melakukan ini, sungguh tidak ada alasan bagi anda untuk terjatuh kepada yang
haram, hanya karena godaan nafsu.
Tapi
sayangnya banyak orang yang hanya menjadikan puasa sekedar ritual yang mati.
Mati karena hakikat puasa yang sebenarnya untuk menahan nafsu, ternyata itu
hanya dilakukan di bulan Ramadhan saja. Begitu habis Ramadhan, tidak sedikit
dari mereka yang tadinya berpuasa kembali merasa bebas untuk berbuat dosa.
Akibatnya puasa Ramadhan tidak membawa makna apa-apa bagi hidupnya. Ibarat
seorang yang makan, begitu makanan di telan setelah itu dimuntahkan lagi. Tentu
cara hidup berIslam seperti ini tidak akan memberi buah sama sekali bagi
kehidupan ruhaninya. Karena itulah makna puasa yang seharusnya menjadi titik
tolak kemenangan atas hawa nafsu, itu harus tetap dipertahankan sepanjang
hayat, sebab hanya demikian hakikat ritual akan menjadi seperti air yang
disiramkan terhadap sebuah pohon. Maka pohon itu akan menjadi tumbuh subur,
akarnya menghunjam ke bumi dan tangkainya menjulang ke langit. Setiap orang
yang berteduh dibawahnya tidak hanya akan merasa sejuk melainkan juga akan
merasa aman dengan rindangnya.
Kedua, Kemenangan Atas Setan
Dalam
sebuah riwayat dikatakan bahwa ketika tiba Ramdhan, syetan-syetan diikat. Nabi
saw. bersabda:
إِذَا كَانَ رَمَضَانُ
فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ
الشَّيَاطِينُ
Bila
Ramadhan tiba, pintu-pintu surga (rahmat) dibuka, dan pintu-pintu neraka(jahanam)
ditutup, sementara syetan-syetan diikat.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ini
menunjukkan bahwa iman umat Islam di bulan Ramadhan harus meningkat. Karena itu
kita selalu menemukan suasana yang berbeda di bulan Ramadhan. Orang yang
tadinya malas shalat berjemaah di masjid, selama Ramadhan ia rajin ke masjid.
Orang yang tadinya tidak pernah membaca Al Qur’an, selama Ramadhan selalu
membacanya. Orang yang tadinya kikir bersedekah, selama Ramadhan menjadi
dermawan. Orang yang tadinya tidak pernah bangun waktu fajar, selama Ramadhan
selalu bangun fajar dan shalat subuh berjemaah di masjid. Orang yang tadinya
tidak pernah shalat malam, selama Ramadhan rajib shalat malam. Orang yang
tadinya mempertontonkan auratnya, selama Ramadhan menjadi wanita anggun di
balik jilbab yang indah.
Suasana
seperti ini menggambarkan betapa Ramadhan benar-benar membawa keberkahan bagi
umat Islam. Terasa bahwa syetan benar-benar diikat. Syetan tidak bisa bergerak
secera leluasa. Mengapa?
(a)
Nabi saw bersabda :
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنْ النَّارِ
Puasa adalah penangkal dari dosa dan api neraka.
Lalu nabi
melanjutkan :
إِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ
فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ جَهِلَ عَلَيْهِ أَحَدٌ فَلْيَقُلْ إِنِّي
امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Maka
ketika kalian berpuasa hendaklah jangan berkata kotor dan tidak mengumpat. Bila
ada orang mencaci katakan kepadanya: maaf aku sedang berpuasa…” (HR.
Bukhari-Muslim)
(b)
Karena nafsu selama bulan puasa dikendalikan.
Begitu
nafsu terkendali syetan tidak punya jaringan untuk bergerak. Begitu jaringanya
menjadi sempit, amal-amal shaleh meningkat di mana-mana. Begitu amal shaleh
meningkat otomatis iman akan naik. Sayangnya pemandangan ini hanya berlangsung
sekejap. Selama bulan Ramadhan saja. Setelah itu kehidupan yang penuh
kemenangan kembali lenyap dalam gelora nafsu. Dosa-dosa kembali dilakukan di
mana-mana tanpa merasa takut sedikit pun. Jika memang demikian, benarkah
kemenangan atas syetan selama Ramadhan adalah kemenangan sejati? Sampai kapan
umat ini akan terus berpura-pura kepada Allah swt., menjadi hanya seorang
muslim yang baik di bulan Ramadhan saja?
Ketiga, Pahala Dilipatgandakan
Dalam
sebuah hadist Rasulullah saw. bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ
فَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَّا
الصِّيَامَ هُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap
amal anak Adam (-selama Ramadhan-) dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat,
bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, Allah berfirman: Puasa itu
untuk-Ku, dan Aku langsung yang akan memberikan pahala untuknya.” (HR.
Muslim).
Maksudnya
bahwa pahala puasa bukan hanya dilipatgandakan melainkan lebih dari itu, Allah
swt berjanji akan memberikan pahala tanpa batas. Bayangkan berapa pahala yang
akan didapat seseorang sepanjang hari berpuasa, bersedekah, menegakkan
amal-amal wajib lalu dilanjutkan dengan amal-amal sunnah. Di mana semua itu
dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat.
Bagaimana
jika seorang muslim membaca Al Qur’an dalam sehari lebih dari satu juz.
Rasulullah saw. menerangkan bahwa pahala membaca Al Qur’an hitungannya
perhuruf.
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ
فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ
وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
"Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an), maka
baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan
menjadi sepuluh kali, aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan
tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf dan MIIM satu huruf
Setiap
huruf satu kebaikan, dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat sampai tujuh
ratus kali lipat. Itulah rahasia, mengapa para ulama terdahulu begitu masuk
Ramadhan mereka belomba-lomba mengkhatamkan Al Qur’an tanpa batas. Ada yang
mengkhatamkan sehari sekali. Ada yang sehari dua kali. Yang selalu saya baca
dalam manaqib Imam Syafi’ie adalah bahwa ia selalu mengkhatamkan Al Qur’an
selama Ramadhan 60 kali khatam. Apa yang menarik di sini bukan logis atau
tidaknya, melainkan kesungguhan mereka dalam mengkhatamkan Al Qur’an. Itulah
spirit yang harus kita ambil. Bahwa akan menilai amal shaleh kita dari segi
kwantitas melainkan dari usaha maksimal yang kita lakukan. Inilah makna
ayat: “Fattaqullaha mas tatha’tum (maka bertaqwalah kepada Allah
semaksimal kemapuanmu)” (QS. At Taghabun:16)
Keempat, Dosa-Dosa Diampuni
Minimal
ada tiga ibadah dalam Ramadhan yang secara tegas Rasulullah saw. mengkaitkan
dengan ampunan dosa-dosa terdahulu:
Pertama, ibadah
puasa. Nabi saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa
yang berpuasa Ramadhan dengan kesadaran iman dan penuh harapan ridha Allah,
akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Kedua, ibadah
shalat malam (baca: tarawih). Nabi saw. bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa
yang menegakkan shalat malam Ramadhan dengan kesadaran iman dan penuh harapan
ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR.
Bukhari-Muslim).
Ketiga, Ibadah
shalat malam lailatul qadr. Nabi saw. bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa
yang menegakkan shalat malam pada malam lailatul qadr dengan kesadaran iman dan
penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR.
Bukhari-Muslim).
Perhatikan
ketiga hadits di atas, betapa ibadah Ramadhan yang akan menjadi penyebab
ampunan dosa bukan hanya puasa, melainkan ada juga ibadah shalat malam
sepanjang Ramadhan termasuk pada malam lailatul qadr.
Tetapi sayangnya banyak orang Islam hanya mengambil puasanya saja, sementara
ibadah-ibadah lain yang tidak kalah pentingnya dengan puasa diabaikan.
Akibatnya tujuan Ramadhan yang sebenarnya merupakan bulan ampunan dosa, tidak
tercapai secara maksimal. Banyak orang beralasan sibuk mencari nafkah dan lain
sebaginya, sehingga tidak sempat memaksimalkan semuanya itu. Perhatikan
Rasulullah saw. sekalipun hari-harinya sibuk berdakwah, pada bulan Ramadhan
masih menambah lagi amal-amal ibadah yang melebihi hari-hari biasanya. Apakah
cukup dengan hanya beralasan bahwa mencari nafkah juga ibadah, lalu mengabaikan
membaca Al Qur’an, shalat malam dan lain sebagainya?
Kelima, Doa-doa Dikabulkan
Seorang
yang sedang berpuasa doanya mustajab. Sebab ia sedang dalam kondisi menahan
nafsu. Syetan-syetan tidak mendekatinya. Karenanya ia lebih dekat kepada Allah
swt. Ketika ia dalam kondisi sangat dekat kepada Allah swt., maka doanya akan
mudah diterima. Karena itu Nabi saw. menganjurkan agar orang-orang yang sadang
berpuasa banyak-banyak berdoa. Para ulama mengatakan: Disunnahkan bagi orang
yang sedang berpuasa selalu mengucapkan dzikir, memanjatkan doa, sepanjang hari
selama berpuasa. Sebab puasa membuat pelakunya semakin dekat kepada Allah swt.
Orang-orang yang dekat kepada Allah swt. doanya mustajab.
Berdzikir
dan berdoa selama puasa memang sangat dianjurkan sepanjang hari. Tetapi
berdzikir dan berdoa pada saat menjelang buka puasa sangat ditekankan dan
diutamakan. Nabi saw. bersabda:
إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ
لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ
“Orang
yang berpuasa doanya tidak ditolak, terutama menjelang berbuka.” (HR. Ibn
Majah, sanad hadits ini sahih).
Ibn Umar
ra. meriwayatkan bahwa Nabi saw. menjelang buka puasa selalu berdoa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ
الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dahaga
telah pergi, kerongkongan telah basah, semoga Allah memberikan pahala).
Abdullah
bin Amru ra. selalu membaca doa berikut ini sebelum buka puasa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ
بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي
Ya
Allah aku mohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang mencakup segala sesuatu, agar
Kau ampuni aku.”
Imam At
Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, Nabi saw.
bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Tiga
orang yang doanya tidak pernah ditolak: Pemimpin yang adil, seorang yang sedang
berpuasa sampai ia berbuka, orang yang dizholimi.”
Jelasnya
bahwa selama puasa Ramadhan iman hamba-hamba Allah swt. sedang naik, mereka
selalu bangun malam menegakkan shalat, mereka selalu membaca Al Qur’an, mereka
selalu bersedekah, mereka jauh dari dosa-dosa, mereka bertobat minta ampunan
kepada Allah swt. dan sebagianya. Semua itu merupakan suasana yang
dukung-dukung membuat turunnya keberkahan dari Allah swt. Semakin banyak
keberkahan yang turun semakin mudah doa yang kita panjatkan dikabulkan oleh
Allah swt.
Keenam, Raih Lailatul Qadr
Dalam
surah Al Qadr: 3-5 Allah swt. menerangkan keagungan malam lailatul qadr: “Malam kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Inilah
malam yang sangat Allah swt. agungkan. Pada malam lailatul qadr ini Allah swt. pernah menurunkan Al
Qur’an. Bukan hanya itu, setiap malam lailatul qadr Allah
memberikan kesempatan kepada hamba-hamba-Nya untuk menutupi kekurangan masa
lalunya dengan beribadah menegakkan shalat, berdzikir dan membaca Al Qur’an.
Bayangkan pahalanya khsusus dan luar biasa. Tidak bisa dibandingkan dengan
pahala beribadah selama 1000 bulan. Kata khirun pada
ayat di atas menunjukkan makna lebih baik, bukan sama. Perhatikan betapa
keutamaan ibadah pada malam lailatul qadr hendaklah
diraih dengan sungguh-sungguh.
Perhataikan
kata khairun min alfi shahrin (lebih baik dari seribu
bulan). Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, pernah melakukan hitung-hitungan
tentang hakikat seribu bulan itu. Beliau mengatakan: 1000 bulan = 84 tahun 3
bulan. Saya mencoba merenungkan hakikat ini. Saya menemukan betapa angka
tersebut menggambarkan usia terpanjang rata-rata manusia. Artinya, bila kita
pikir-pikir ayat tersebut, kita akan segera mengambil kesimpulan bahwa
beribadah pada malam lailatul qadr masih
lebih hebat pahalanya dibanding dengan pahala ibadah sepanjang hidup. Tetapi
maksudnya di sini bukan lantas mencukup dengan ibadah pada malam lailatul qadr kalau setelah itu tidak beribadah
sepanjang hayat? Ini salah. Itu maksudnya adalah
(a) bahwa kita secara normal
menyadari bahwa masih banyak ibadah yang kurang maksimal, atau bahkan sangat kurang.
Perlu adanya back up pahala, untuk menutupi kekurangan-kekurangan itu.
(b) Kita
seharusnya -selama hidup- selalu beribadah kepada Allah swt. untuk menutupi
nikmat-nikmat-Nya yang tidak pernah putus. Tetapi karena kesibukan yang
demikian banyak, serta kelemahan iman yang kita punya, tentu banyak kondisi
yang tidak bisa dipenuhi. Allah swt. yang Maha Pengasih memberikan peluang agar
kita bisa mengimbangi nikmat-nikmat tersebut. Karenanya dibukalah malam lailatul qadr.
Rasulullah
saw. memberikan tuntunan agar lailatul qadr itu
diburu pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Terutama malam-malam ganjil: 21,
23, 25, 27, 29. Banyak para sahabat dan para ulama yang menekankan secara
khusus malam tangga 27 Ramadhan. Tetapi demikian, mereka menganjurkan agar tidak
mencukupkan hanya dengan malam tanggal 27 saja. Sebab tidak mustahil
malam lailatul qadr itu akan terjadi pada malam-malam
lainnya. Karena itu handaknya seorang hamba Allah swt. selalu bangun setiap
malam. Karena tidak ada yang tahu pasti kapan dan tanggal berapa
sebenarnya lailatul qadr itu terjadi.
Karena itu sebagian sahabat mengatakan: Siapa yang yang bangun menegakkan
shalat setiap malam sepanjang tahun ia pasti dapat keistimewaan lailatul qadr.
Sebenarnya lailatul qadr ini adalah suatu kesempatan yang
sangta istimewa dan sangat mahal. Seharusnya setiap orang yang beriman
bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Seharusnya mereka sejak dini sudah
bersiap-siap dengan segala daya upaya untuk mendapatkannya. Seperti mereka
berdaya upaya untuk meraih medali dalam sebuah olimpiade. Seharusnya mereka
menyesal seumur hidupnya ketika tidak terlibat dalam perlombaan ini.
Padahal
Allah swt. telah berfirman: “Fastabiqul khairaat (berlomba-lombalah kalian
dalam kebaikan.” (QS. Al Baqarah:148).
Tetapi
sayangnya banyak orang beriman tidak tertarik dengan perlombaan. Bahkan banyak
dari mereka yang cuek dan tidak terpanggil untuk mempersiapkan diri supaya
mendapatkannya. Pun tidak sedikit yang tidak menyesal karena tidak kebagian
keberkahannya. Apakah mereka telah merasa kebanyakan pahala, sehingga merasa
cukup dengan pahala amal yang selama ini mereka kerjakan? Coba pikirkan
seberapa persenkah pahala yang kita dapatkan dibanding dengan pahala para
sahabat Nabi saw.?
Nabi saw.
bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي لَا
تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ
أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Janganlah
kau mengejek sahabat-sahabatku, Janganlah kau mengejek sahabat-sahabatku demi Allah seandainya kau infakkan emas
sebasar gunung Uhud, pahala yang kau dapatkan itu tidak akan mencapai segenggam
atau separuhnya dari pahala yang mereka dapatkan.”
Perhatikan
sedemikian agungnya pahala para sahabat itu, itu pun mereka masih berlomba-lomba
meraih malam lailatul qadr.
Ketujuh, Kejar Level Taqwa
Ayat
tentang puasa di atas, ditutup dengan la’allakum tattaquun (agar
kamu bertaqwa). Artinya bahwa tujuan utama puasa Ramadhan adalah untuk
membangun kesadaran taqwa dalam pribadi seorang muslim. Taqwa seperti yang
dikatakan Ubay bin Ka’ab ra. kepada Umar bin Khaththab adalah:
“Bahwa
orang yang betaqwa itu seperti orang berjalan di tempat yang banyak durinya.
Kanan-kiri, bawah-atas ada duri.”
Bayangkan
apa yang dia lakukan? Tentu ia sangat berhat-hati, jangan sampai duri itu
menggores tubuhnya. Begitu juga taqwa. Anda berhati-hati dari pandangan yang
haram seperti anda berhati-hati dari duri, itu taqwa. Anda berhat-hati dari
harta haram, jangan sampai barang itu masuk ke perut anda, atau ke perut istri
dan anak anda, seperti anda berhati-hati dari duri, itu takwa. Anda
berhati-hati dari dosa-dosa kecil apalagi besar seperti anda berhat-hati dari
duri, itu taqwa.
Perhatikan
betapa taqwa merupakan totalitas kehati-hatian seorang hamba dalam menjalankan
ketaatan kepada Allah swt., jangan sampai sedikit pun dari apa yang dia lakukan
dimurkai Allah swt. Itulah rahasia mengapa Allah swt. mengikat pada ayat di
atas antara puasa (ash shiyam) dengan taqwa. Sebab ketika seseorang berpuasa
dia telah mengendalikan nafsunya. Dan hanya dengan mengendalikan nafsu,
seseorang secara bertahap akan naik ke level taqwa. Karena itu dalam Al Qur’an
masalah taqwa merupakan tema sentral. Katika Allah swt. menceritakan pedihnya
siksaan neraka itu sebenarnya supaya orang bertaqwa.
Allah
berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللهَ
مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.
At Tahrim: 6).
Begitu
juga ketika Allah swt. menceritakan keindahanya surga dan kelezatan makanan dan
minuman di dalamnya, itu tidak lain supaya manusia bertaqwa.
Lebih
dari itu, banyak ayat dalam Al Qur’an yang menekankan pentingnya bersikap
taqwa:
(a) Di pembukaan surah Al Baqarah, Allah swt. langsung menceritakan sifat-sifat orang yang bertaqwa.
(b)Dalam surah Ali Imran:133, Allah swt. menegaskan
bahwa surga dipersipakan untuk mereka yang bertaqwa:
۞ وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ
رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِينَ
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
(c) Dalam surah Al Hujuraat: 3, Allah swt. menunjukkan
bahwa paling mulainya manusia adalah orang-orang yang paling bertaqwa.
(d)Dalam surah Al Qashash:83, Allah swt. menerangkan
bahwa kemenangan itu hanya milik orang-orang yang betaqwa:
تِلْكَ
الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي
الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا ۚ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Negeri
akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.”
Dalam
surah Al Qalam:34, lagi-lagi Allah menceritakan indahnya surga yang
dipersipakan untuk mereka yang bertaqwa:
إِنَّ
لِلْمُتَّقِينَ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ
Sesungguhnya
bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan
di sisi Tuhannya.”
Penutup
Jelasnya,
Ramadhan adalah nikmat agung, sekaligus tamu agung yang datang setahun sekali.
Di dalamnya banyak kesempatan bagi orang-orang beriman untuk meningkatkan iman
dan mencucikan dosa-dosa dengan memohon ampun kepada Allah swt. tidak hanya
puasa, banyak ibadah Ramadhan yang diajarkan Allah swt. dan Rasul-Nya yang
tidak kalah pentingnya dengan ibadah puasa. Seperti ibadah shalat malam,
i’tikaf, banyak bersedekah, mengkhatamkan Al Qur’an dan lain sebagainya. Siapa
yang bersungguh-sungguh melaksanakan semua itu, kemenangan pasti akan dia
capai. Sebaliknya siapa yang mengabaikan semua itu, dia sendiri yang rugi.
Ingat bahwa tidak ada yang bisa menjamin bahwa seseorang bisa hidup sampai ke
Ramadhan tahun depan. Karena itu, ketika ternyata kita diberi kesempatan
memasuki Ramadhan tahun ini, janganlah sekali-kali disia-siakan. Segeralah
bergegas untuk beramal. Segeralah bersungguh-sungguh untuk menggunakan
kesempatan ini secara maksimal. Semoga Allah swt. menerima amal kita semua.
Amiin. Wallahu a’lam bishshawab.
Berpuasalah Seperti Ulat,
Jangan Seperti Ular
Dalam menjalani ibadah puasa di
bulan suci Ramadhan, umat Islam dianjurkan agar dapat belajar dari ulat.
Anjuran ini sangat populer di kalangan pesantren di Jawa yang diungkapan dalam
pepatah, “Pasa o kaya uler, aja kaya ula.” Berpuasalah seperti ulat.
Jangan berpuasa seperti ular.
Setelah menjalani puasa ulat mampu
mengubah dirinya secara totalitas. Dari bentuk fisik dan watak atau sifatnya sangatlah
berbeda. Dari melata dan mengganggu tanaman serta dibenci petani, berubah
menjadi kupu-kupu yang membantu proses pembuahan tanaman. Dari yang semula
menjijikkan, menjadi indah.
“Sedangkan ular walaupun berpuasa
tetaplah menjadi ular. Meski sudah berpuasa, wujudnya tidaklah berubah. Ular
hanya berganti kulit saja. Sementara wataknya sama saja.”
Kisah pasukan Zulkarnain
Buku
Tasawuf Modern karangan Buya Hamka
Suatu hari baginda Raja Iskandar
Zulkarnain, mengumpulkan tentara2nya karena akan menaklukkan suatu negara.
Titah baginda : ” hari ini kita akan berangkat ke medan laga. Perjalanan
terberat ketika kita menyeberang sungai besar dan deras arusnya.
Saya berpesan, ketika menyeberang
sungai ambillah sebanyak mungkin apa yang kalian injak atau kalian temui “.
Menyikapi titah baginda ini ternyata pasukan terbagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1-Kelompok pertama
Kelompok ini sangat patuh kepada
baginda, oleh karena itu ranselnya penuh dengan benda2 yang mereka ketemukan
ketika menyeberang sungai
2-Kelompok Kedua
Kelompok ini setengah hati untuk
mematuhi pesan baginda, oleh karena itu mereka hanya mengambil benda2 yang
sesuai keinginannya dan tidak antusias
3-Kelompok ketiga
Kelompok ini menganggap pesan
baginda tak penting sehingga tidak menarik perhatiannya. Mereka tidak mengambil
apapun ketika menyeberang sungai sehingga ranselnya kosong melompong.
Setelah perjalanan panjang dan
menyeberang sungai Baginda Raja memerintahkan ke pasukan2nya istirahat dan
memeriksa benda2 yang telah mereka ambil di sungai tadi.
Kelompok pertama senang dan terkejut karena yang mereka bawa dari sungai berubah jadi berlian. Kelompok kedua senang tapi menyesal melihat yang diperoleh kelompok pertama. Hanya penyesalan dari kelompok ketiga ini karena tidak dapat apa2. Kalau bisa, kelompok kedua dan ketiga akan mengulangi menyeberang sungai, tapi apa boleh buat semua sudah berlalu.
Dikaitkan dengan puasa romadhon,
maka
Kelompok Pertama ini diibaratkan yang berpuasa dan sejak hari
pertama sampai akhir romadhon selalu sholat tarawih, sholat sunah lain : sholat
sunah rowatib, sholat dhuha, dsb, istiqomah mengaji, shodaqoh, selalu sholat
berjama’ah, menjaga lisan dan perilakunya, i’tikaf, dsb.
Kelompok Kedua diibaratkan yang berpuasa, sholat tarawih hanya beberapa hari di awal/akhir romadhon, shodaqoh, mengaji, i’tikaf jarang.
Kelompok Ketiga diibaratkan yang berpuasa saja, mereka merasa
cukup memenuhi kewajiban puasa, tetapi tidak memperoleh nilai tambah apa2.
رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ
مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
"Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan
pahalanya selain lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam tidak
mendapatkan selain begadang. "Hadits Ibnu Majah
Nomor 1680
Romadhon telah memberi kesempatan dihadapan kita, pilihan ada ditangan kita, masuk kelompok yang mana. Semoga kita termasuk kelompok pertama, yaitu kelompok orang2 yang mengisi bulan Romadhon dengan amalan2 yang telah disyari’atkan optimal atau minimal termasuk yang sungguh2 berusaha menjadi kelompok itu. Aamiin.